Masalah Hak Cipta untuk Karya yang Dibuat Oleh Artificial Intelligence (AI)

  • Updated
  • Posted in AI Law
  • 4 mins read

Pertanyaan mengenai hak cipta untuk karya yang dibuat oleh kecerdasan buatan (AI) menjadi penting dalam konteks perkembangan teknologi digital di Indonesia. Dengan kemampuan AI untuk menghasilkan karya seperti lukisan, musik, dan tulisan, muncul isu hukum siapa yang seharusnya dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta. Analisis ini bertujuan untuk memberikan opini hukum yang terstruktur, dengan dasar hukum yang lengkap, mengingat tidak ada regulasi khusus untuk AI di Indonesia saat ini.

Latar Belakang

AI, seperti model generatif seperti DALL-E atau ChatGPT, dapat menghasilkan karya yang sebelumnya dianggap hasil kreativitas manusia. Namun, hukum hak cipta di Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, secara tradisional mengharuskan pencipta adalah manusia. Proses analisis dimulai dengan memahami definisi karya dan pencipta dalam hukum, kemudian mengeksplorasi bagaimana AI dapat diintegrasikan ke dalam kerangka ini.

Analisis Hukum

A. Definisi Karya dan Pencipta Menurut UU Hak Cipta

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pasal 1 berbunyi:

“(1) Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, alau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata;
“(2) Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.

hukum hak cipta pada artificial intelligence ai
B. Masalah Karya AI: Siapa Pencipta?

Karya AI dapat dihasilkan melalui berbagai cara, seperti pemrograman algoritma, penyediaan data, atau perintah spesifik dari pengguna. Dalam skenario ini, manusia terlibat dalam proses, tetapi tingkat keterlibatan kreatifnya bervariasi. Misalnya:

  • Jika seorang programmer mendesain AI untuk menghasilkan musik tertentu, apakah programmer itu pencipta?
  • Jika pengguna memberikan prompt spesifik, seperti “buat lukisan pemandangan gunung,” apakah pengguna yang menjadi pencipta?
  • Jika AI menghasilkan karya secara otomatis tanpa input spesifik, siapa yang bertanggung jawab?

Pendekatan yang mungkin adalah menganggap manusia dengan kontribusi kreatif yang cukup sebagai pencipta. Misalnya, Pasal 34 UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta berbunyi:

“Dalam hal Ciptaan dirancang oleh seseorang dan diwujudkan serta dikerjakan oleh Orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan Orang yang merancang, yang dianggap Pencipta yaitu Orang yang merancang Ciptaan.”

Oleh karena itu perusahaan perlu membuat perjanjian terkait hak cipta dengan pekerja yang menciptakan karya itu, yang memberikan hak cipta dan hak ekonomi dari pekerja kepada perusahaannya.

Hal ini juga telah sesuai dengan Pasal 16 UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang berbunyi :

Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian karena:

a. pewarisan;

b. hibah;
c. wakaf;
d. wasiat;

e. perjanjian tertulis; atau

f. sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dan juga diatur dalam Pasal 17 UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang berbunyi :

(1) Hak ekonomi atas suatu Ciptaan tetap berada di tangan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta selama Pencipta atau Pemegang Hak Cipta tidak mengalihkan seluruh hak ekonomi dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta tersebut kepada penerima pengalihan hak atas Ciptaan.

(2) Hak ekonomi yang dialihkan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk seluruh atau sebagian tidak dapat dialihkan untuk kedua kalinya oleh Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang sama.

hukum hak cipta pada artificial intelligence ai
C. Kreativitas dan Originalitas

Untuk dilindungi hak cipta, karya harus orisinal dan kreatif, yang sering kali dianggap sebagai hasil pikiran, perasaan, dan kehendak manusia. Dalam konteks AI, jika karya dihasilkan dengan sedikit campur tangan manusia, seperti hanya menekan tombol untuk menghasilkan gambar acak, karya tersebut mungkin tidak memenuhi syarat orisinalitas. Sebaliknya, jika pengguna memberikan prompt spesifik dan mengarahkan AI untuk menghasilkan karya tertentu, ada argumen bahwa kreativitas manusia terlibat, mirip dengan fotografer yang memilih subjek dan komposisi.

D. Pendapat Hukum

Berdasarkan analisis, hanya manusia yang dapat dianggap pencipta menurut UU Hak Cipta No. 28/2014, sehingga AI tidak dapat memiliki hak cipta. Untuk karya AI, manusia dengan kontribusi kreatif yang cukup harus dianggap sebagai pencipta, yang bisa berupa:

  1. Programmer AI, jika karya adalah hasil langsung dari desain algoritma mereka.
  2. Pengguna, jika mereka memberikan perintah atau prompt spesifik yang memandu pembuatan karya.
  3. Pemberi kerja, jika karya dibuat oleh karyawan menggunakan AI dalam lingkup pekerjaan, berdasarkan Pasal 16 ayat (1).

Namun, jika keterlibatan manusia minimal, seperti AI menghasilkan karya secara otomatis tanpa arahan kreatif, karya tersebut mungkin tidak memenuhi syarat hak cipta karena kurangnya orisinalitas manusia. Ini menunjukkan kebutuhan akan regulasi baru atau interpretasi yudisial untuk mengatasi ambiguitas ini.

Kesimpulan

Hak cipta untuk karya AI di Indonesia mengharuskan adanya pencipta manusia, dengan keterlibatan kreatif yang cukup. Manusia tersebut, baik pemrogram, pengguna, atau pemberi kerja, harus dianggap sebagai pencipta berdasarkan UU Hak Cipta No. 28 tentang 2014. Namun, jika kreativitas manusia tidak signifikan, karya mungkin tidak dilindungi. Detail tak terduga adalah potensi kebutuhan regulasi baru, mengingat AI menantang konsep kreativitas tradisional.